November 18, 2008

Multinational Corporations (MNCs) dan Ancamannya bagi Negara Berkembang

By: Novita Eka Aristya
(070610232)

Pada era globalisasi saat ini berbagai macam perpindahan baik ideologi, tekhnologi, kebudayaan, uang dan lain-lain terjadi dengan serba cepat. Tak ada lagi batasan ruang dan waktu yang dapat menghambat proses perpindahan tersebut. Seperti yang telah saya sebutkan, ideologi menjadi salah satu hal yang tidak dapat dibendung proses perpindahannya dari satu negara kemudian diadopsi oleh negara-negara lain. Salah satu ideologi yang kini telah menyebar luas adalah liberalisme. Proses globalisasi yang terjadi mempermudah tumbuhnya ideologi ini serta menumbuhkan demokrasi dimana-mana. Seiring dengan proses liberalisasi, muncul lah yang dinamakan dengan perusahaan multinasional (multinatonal corporation/MNC). Berdasarkan artikel milik Voice of Human Right, kemunculan MNC diawali ketika pada tahun 1960-an dimana mulai ada konsep “penanaman modal asing” di satu pihak dan investasi “portofolio” (jual beli surat berharga) di pihak lain. MNC lahir bersamaan dengan kedua hal tersebut. Hal ini juga diperkuat oleh J. Heryanto, staf pengajar Universitas Kristen Petra Surabaya. Menurut beliau, pada pertengahan tahun 1960-an, negara-negara dunia ketiga sedang mengalami sebuah gejala, yaitu berlomba-lomba untuk mengundang masuknya modal asing yang berbentuk MNC. Tujuannya adalah guna membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara mereka, menciptakan lapangan pekerjaan dan meraih teknologi. Masuknya modal asing dalam bentuk MNC tersebut diharapkan mampu menciptakan usaha-usaha lain (forward linkage and backward linkage), yang kemudian akan meningkatkan pula daya beli masyarakat (trickle down effect). Adanya MNC menjadi awal mula perdagangan internasional dimana aktor utamanya bukan lagi negara-negara, melainkan telah bergeser menjadi perusahaan-perusahaan besar dengan peranan negara yang sangat minim. MNC sendiri dapat diartikan sebagai perusahaan yang berbasis pada satu wilayah negara tertentu dengan masih adanya dukungan dari negara basisnya.

Umumnya, MNC dapat dikategorikan sebagai badan hukum (legal person) yang kedudukannya setara dengan warga negara (natural person) di tempat MNC didirikan atau berdomisili usaha. Kebanyakan MNC merupakan milik negara-negara maju yang ditempatkan di negara-negara berkembang. Alasan yang melatar belakangi hal tersebut adalah besarnya kemungkinan yang dimiliki MNC untuk menghasilkan barang-barang produksi dengan harga yang lebih murah. Hal ini dikarenakan adanya keuntungan lokasi (location advantages). Seperti yang diketahui banyak orang bahwa dengan membuka usaha di negara berkembang, maka perusahaan tersebut akan mendapatkan tenaga kerja yang murah, aturan-aturan perpajakan yang ringan serta aturan-aturan hukum lain yang cenderung lemah ikatannya.

Kemunculan segala sesuatu pastilah tidak dapat dilepaskan dari pro dan kontra. Begitu pun dengan keberadaan MNC yang memunculkan setidaknya dua perdebatan utama. Perdebatan yang pertama adalah tentang positif-negatif keberadaan MNC. Di satu sisi, sebagian pihak berpendapat bahwa keberadaan MNC sangat positif. Mereka mendasarkan klaim tersebut pada adanya data-data pendukung yang menyatakan bahwa MNC berperan penting terhadap perkembangan ekonomi nasional sebuah negara, terutama peranan dalam peningkatan produksi dan pembukaan lapangan pekerjaan baru. Pendapat tersebut semakin diperkuat oleh adanya berbagai kebijakan, program dan aksi positif MNC dalam hal pengembangan perusahaan dan tanggung jawab sosial (corporate social responsibility). Beberapa contoh kebijakan MNC yang dianggap menguntungkan, yaitu faktor gaji pegawai yang umumnya lebih besar bila dibandingkan dengan gaji rata-rata nasional, serta faktor penciptaan lapangan kerja yang cenderung lebih cepat bila dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan domestik yang sejenis. Menurut data yang dimiliki oleh formasi-indonesia.or.id, jumlah lapangan kerja yang diciptakan perusahaan asing di Amerika mencapai 1.4% per tahun dari 1989-1996, sedangkan perusahaan domestik hanya 0,8%. Data lain menunjukkan, perusahaan asing tidak segan mengeluarkan biaya di bidang reseach and development (R&D) di negara tempat mereka menanamkan investasinya. Selain itu, perusahaan asing cenderung mengekspor lebih banyak dibandingkan perusahaan domestik. Namun di sisi lain, tidak sedikit pula pihak-pihak yang berpendapat bahwa MNC tidak hanya dilihat dari segi positifnya saja dimana MNC memang memiliki peranan yang cukup signifikan bagi perekonomian nasional sebuah negara, melainkan perlu juga dilihat dari segi negatifnya. Munculnya MNC justru menjadi ancaman bagi kesejahteraan negara dan rakyat, diantaranya adalah ancaman terhadap perdamaian dan keamanan global, kemiskinan gobal, lingkungan global dan migrasi masal. Bahkan MNC turut andil dalam menciptakan kesenjangan sosial yang semakin melebar antara yang kaya dan yang miskin. Hal ini sungguh sangat disayangkan.

Perdebatan yang kedua adalah ketika sebuah negara merasa telah dirugikan oleh keberadaan MNC. Di satu sisi tentunya negara tersebut ingin menuntut adanya tanggung jawab MNC atas kerugian yang disebabkan olehnya. Kerugian-kerugian tersebut umumnya dialami oleh negara-negara berkembang dimana MNC tersebut berada. Masalah yang muncul antara lain, adanya kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh proses produksi, eksploitasi besar-besaran terhadap kaum buruh, pelanggaran hak konsumen, hingga merebaknya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Selain itu, perkembangan MNC juga semakin menipiskan peranan dan kebijakan negara berkaitan dengan hukum nasional terhadap MNC. Namun di sisi lain, tuntutan tersebut baru dapat dipenuhi apabila posisi MNC telah disejajarkan dengan negara sebagai subyek hukum internasional. Hal inilah yang sampai sekarang berusaha untuk dihindari dan tetap menjadi polemik dalam hukum internasional bahwa MNC hingga saat ini masih belum memiliki international legal personality.

Negara merupakan subyek hukum internasional yang sah atau dengan kata lain, negara memiliki legal personality. Berdasarkan sumber dari website people.uncw.edu, yang dimaksud dengan legal personality adalah pengakuan bahwa negara merupakan sebuah entitas dominan dalam sistem internasional yang memiliki hak-hak, antara lain pembuatan hukum, kemampuan legal untuk masuk dalam treaty, melakukan perjanjian bilateral dan multilateral, serta mengeluarkan pernyataan perang. Hak-hak itulah yang tidak dimiliki dan diusahakan untuk tidak dimiliki oleh MNC. Secara teknis MNC tidak dapat dikategorikan sebagai international legal person yang memiliki hak dan kewajiban dalam hukum internasional seperti halnya negara. Sehingga negara merupakan satu-satunya legal entity yang memiliki kewenangan dalam mengatur kegiatan MNC. Kekhawatiran yang muncul adalah bila MNC mempunyai international legal personality, maka MNC akan sejajar dengan posisi negara. Dan bukannya tidak mungkin, MNC justru dapat menuntut balik negara yang merasa dirugikan olehnya. Karena bagaimanapun, tak bisa dipungkiri bahwa posisi negara berkembang secara ekonomi lebih lemah dibanding MNC. Alasan tersebut yang menciptakan kondisi buah simalakama bagi negara berkembang.

Lebih lanjut, negara-negara berkembang menghadapi sebuah situasi yang cukup sulit. Mereka bukanlah negara maju yang mampu mengembangkan perekonomiannya dengan mudah. Mudah melakukan investasi, mudah membuka lapangan pekerjaan, mudah menjalankan kebijakan ekonomi yang ketat dan kemudahan-kemudahan lainnya. Negara-negara berkembang dihadapkan pada suatu pilihan apakah mereka akan mengembangkan perekonomiannya ataukah mereka harus melindungi negara dan rakyatnya. Karena bagaimanapun kedua hal tersebut sulit untuk dicapai dalam waktu yang bersamaan. Parahnya lagi, negara-negara berkembang justru berlomba-lomba untuk meringankan kebijakan-kebijakan hukum nasional negaranya guna menarik sebanyak-banyaknya investasi asing, dalam hal ini MNC, demi kemajuan perekonomiannya tanpa melakukan pertimbangan matang terhadap akibat negatif yang mungkin akan mereka dapatkan. Dengan begitu, tampaknya hukum nasional tidak cukup kuat untuk mengikat MNC dalam memberikan pertanggungjawabannya. Lalu hukum internasional lah yang menjadi harapan mereka selanjutnya. Tetapi masalah yang kemudian muncul adalah hukum internasional tidak dapat diterapkan bila hukum nasional sebuah negara tidak mendukung. Artinya, bagaimanapun suatu hukum internasional dibuat, tidak akan dapat diterapkan bila tidak ada hukum nasional yang telah dibuat dan dijalankan di negara tersebut. Karena toh hukum internasional yang ada tidak secara jelas menyebutkan MNC sebagai subyek hukum internasional, melainkan masih merupakan obyek hukum internasional.

Lebih jelasnya, walaupun subyek hukum internasional telah berkembang dan telah meluas cakupannya meliputi aktor-aktor non-negara (individu, organisasi internasional, dan NGO), namun keberadaan MNC mash belum termasuk di dalamnya. Dengan tidak termasuknya MNC sebagai subyek hukum internasional, maka perjanjian maupun traktat internasional yang ada dan telah dibuat sebelumnya tidak bisa dijadikan dasar yang kuat untuk mengikat dan menuntut pertanggungjawaban MNC pada negara-negara tertentu. Namun pertanggungjawaban tersebut sebenarnya bukanlah hal yang tidak mungkin untuk diperjuangkan. Karena tidak semua MNC lepas tangan begitu saja terhadap negara yang ditempatinya. Cara yang dapat dilakukan adalah melalui pembuatan perjanjian atau hukum internasional yang melibatkan secara aktif berbagai pihak terkait meliputi negara yang bersangkutan serta MNC dimana pihak-pihak tersebut harus ikut terjun langsung dalam proses perumusan serta pengimplementasian perjanjian atau hukum internasional yang disepakati tersebut. Tetapi cara ini akan mengarah pada kondisi yang masih menjadi perdebatan hingga saat ini, yaitu dengan melibatkan MNC dalam proses pembuatan hukum internasional serta membuat MNC memiliki hak dan kewajiban, maka secara tidak langsung mengakui kesetaraan MNC dengan negara-negara di dunia sebagai subyek hukum internasional. Sungguh merupakan situasi yang sangat sulit dan membingungkan.

Jika didasarkan pada fakta dan data yang ada, maka menurut saya MNC tidaklah harus memiliki international legal personality. Karena bagaimanapun kesetaraan antara negara dengan MNC bukanlah suatu hal yang menguntungkan dan justru akan membuat posisi negara-negara berkembang tersebut semakin terperosok. Posisi MNC yang cenderung di atas angin memungkinkan negara-negara itu menghadapi pilihan yang sulit dalam menjalankan kebijakan negaranya. Mengusahakan investasi asing besar-besaran demi kemajuan perekonomian negara yang berarti semakin meringankan aturan-aturan bagi MNC atau memperketat aturan bagi MNC demi kesejahteraan sumber daya negara yang berarti mempersempit ruang masuknya berbagai investasi asing. Cara terbaik yang mungkin dapat diambil saat ini menurut saya adalah dengan menambah kesadaran pemerintah di negara-negara berkembang bahwa demi meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan negara bukan berarti harus mengorbankan sumber daya yang dimiliki, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia yang merupakan aset penting bagi keberlangsungan hidup negara. Sehingga hukum nasional yang dibuat bukan bertujuan untuk mempermudah masuknya MNC-MNC ke dalam negara, melainkan bertujuan untuk melindungi negara tersebut dari campur tangan pihak-pihak asing di negaranya.

Sementara ini, mungkin itulah upaya awal yang dapat dilakukan oleh masing-masing negara guna meminimalisir kerugian yang mungkin didapatkan atas keberadaan MNC di negara mereka. Seiring dengan bertambahnya waktu dan semakin banyak bermunculannya pakar-pakar di bidang hukum internasional, saya harapkan akan tercetus pula solusi yang lebih baik dalam menghadapi masalah ini dan tentunya tidak merugikan salah satu pihak tertentu. Karena di era globalisasi seperti sekarang ini, baik aktor negara maupun non-negara sama-sama tidak dapat dinafikkan peranannya dalam proses berjalannya sistem internasional dan diharapkan mampu bekerja sama dengan harmonis.

1 comment:

quinlankaczmarski said...

Borgata Hotel Casino and Spa - Mapyro
The Borgata Hotel Casino & 당진 출장마사지 Spa is located in Atlantic City, New 의왕 출장안마 Jersey. The 김천 출장안마 casino hotel, casino, spa, and 포항 출장샵 salon have an array of 안산 출장마사지 amenities including